Pelecehan Anak di Banjarbaru: Polresta Hentikan Proses Hukum, Ahli Sebut Harus Tetap Diproses

Ilustrasi ( foto: freepik )
STORY INDONESIA, BANJARBARU – Kasus dugaan pelecehan anak di Banjarbaru yang sempat menghebohkan publik kini mendapatkan penjelasan resmi dari Polresta Banjarbaru. Melalui keterangan tertulis yang disampaikan via WhatsApp, Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polresta Banjarbaru, AKP Haris Wicaksono, mengonfirmasi bahwa insiden tersebut terjadi di wilayah hukum mereka. Namun, ia juga menjelaskan bahwa kasus ini dihentikan setelah pihak keluarga korban menarik laporan, setelah tercapai kesepakatan damai antara kedua belah pihak.
AKP Haris Wicaksono menyatakan bahwa laporan terkait dugaan pelecehan anak tersebut tercatat dengan nomor laporan LI/B/394/X/2024/Reskrim. Namun, ia menegaskan bahwa laporan itu tidak dapat dilanjutkan karena korban dan keluarganya memutuskan untuk mencabut laporan setelah mediasi dan perdamaian dilakukan.
“Kasus ini sudah ditangani sesuai dengan prosedur yang ada, dan pelapor mencabut laporan setelah tercapai kesepakatan damai,” ujar AKP Haris Wicaksono pada Rabu (29/01/2025).
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa proses hukum tidak dapat dilanjutkan apabila korban tidak bersedia mengikuti proses persidangan. “Secara praktik, persidangan tidak dapat berlangsung tanpa keterlibatan langsung dari korban,” jelasnya.
Namun, pertanyaan muncul terkait penerapan Pasal 76D jo Pasal 81 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang mengatur bahwa pelaku pelecehan seksual terhadap anak tetap harus diproses secara hukum meskipun korban atau keluarganya mencabut laporan. AKP Haris mengungkapkan bahwa aturan tersebut bersifat teoritis.
“Memang ada aturan yang mengatakan seperti itu, tetapi jika korban tidak mau menjalani proses hukum, mulai dari penyelidikan hingga persidangan, maka proses tersebut tidak bisa dilanjutkan,” tegasnya.
Kasus ini kemudian memunculkan pertanyaan terkait penegakan hukum terhadap pelaku pelecehan anak. UU No. 35 Tahun 2014 memang mengategorikan pelecehan seksual terhadap anak sebagai kejahatan serius yang tidak dapat diselesaikan melalui kesepakatan damai. Pelaku harus tetap diproses hukum meskipun korban mencabut laporan.
Prof. Dr. H. M. Hadin Muhjad, S.H., M.Hum., seorang pakar hukum tata negara dan guru besar di salah satu universitas, menegaskan bahwa kasus pelecehan seksual terhadap anak adalah delik biasa, bukan delik aduan, yang berarti meskipun pelapor menarik laporan, proses hukum tetap harus dilanjutkan.
“Kasus pelecehan seksual terhadap anak tidak bisa dihentikan meski ada upaya damai. Karena ini adalah delik biasa, bukan delik aduan,” kata Prof. Hadin dalam keterangannya, Senin (27/01/2025), melalui pesan WhatsApp.
Polresta Banjarbaru memutuskan untuk menghentikan penyelidikan kasus ini dengan alasan kurangnya bukti yang mendukung. Kepolisian menyatakan bahwa keputusan tersebut diambil sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
Masyarakat kini menantikan langkah selanjutnya dari pihak kepolisian dalam menanggapi masalah ini, mengingat pelecehan anak adalah kejahatan serius yang memerlukan penanganan hukum yang tepat dan adil.